Buku Paket Bahasa Indonesia Kelas 6 Yang Perlu SEGERA Dicermati Materinya
Pagi tadi,salah satu orangtua SDN Polisi 4 membagi informasi bahwa
semalam putrinya mempertanyakan maksud yang terkandung dalam wacana buku
paket pelajaran Bahasa Indonesia kelas 6 terbitan CV Graphia Buana
halaman 55-60 yang berjudul "Anak Gembala dan Induk Serigala". Karena
penasaran sang ibu segera mencermati wacana yang dimaksud
putrinya..Sang ibu yang juga berlatar belakang ilmu kependidikan dan
seorang guru dibuat terperanjat membaca wacana yang disadur dari
AkmalBlog tersebut. Sang ibu bingung menerangkan karena meskipun
putrinya hobby membaca, tapi sejauh pantauan sang ibu putrinya tak
pernah bersentuhan dengan tema bacaan semacam itu.Untuk itulah sang ibu
berbagi informasi karena khawatir jangan-jangan hanya dia yang
mempersepsikan isi wacana dalam buku yang disusun oleh Ade Khusnul dan
M.Nur Arifin edisi cetakan pertama Maret 2013 tersebut tidak layak
dibaca siswa-siswi kelas 6.
Kebetulan penulis blog ini juga telah membeli buku tersebut untuk anak
yang akan duduk di kelas 6 tahun ajaran 2013/2014 di salah satu kios
buku musiman rujukan manajemen beberapa sekolah (SD) yang berada di
jalan Paledang , samping toko peralatan olahraga Surya Sport,kira-kira
50 meter dari LP Paledang ,kecamatan Bogor Tengah sejak awal liburan
minggu terakhir Juni 2013 .Karena didorong keingintahuan ,maka penulis
blog pun buru-buru ke rumah dan membaca buku tersebut.Tapi selaku
orangtua yang bukan berlatar belakang pendidikan dan tidak mengerti
psikologi anak, maka penulis pun tidak bisa menyimpulkan apakah wacana
dalam buku yang diterbitkan oleh penerbit yang beralamat di Jalan
Tumenggung Wiradireja ,Tanah Baru, Bogor Utara Kota Bogor tersebut layak
atau tidak dibaca siswa kelas 6, maka penulis memposting hal tersebut
di blog ini untuk minta pendapat pembaca yang mengerti .
(M.Yusuf,salah satu orangtua murid kelas 6)
Data Buku:
Judul : Aku Senang Belajar Bahasa Indonesia, untuk SD MI kelas 6
Penyusun : Ade Khusnul dan M.Nur Arifin
Editor :Asep Setiawan
edisi :cetakan pertama Maret 2013
Penerbit : CV Graphia Buana
Alamat penerbit: Jalan Temanggung Wiradireja ,Tanah Baru, Bogor Utara ,Kota Bogor
(M.Yusuf,salah satu orangtua murid kelas 6)
Data Buku:
Judul : Aku Senang Belajar Bahasa Indonesia, untuk SD MI kelas 6
Penyusun : Ade Khusnul dan M.Nur Arifin
Editor :Asep Setiawan
edisi :cetakan pertama Maret 2013
Penerbit : CV Graphia Buana
Alamat penerbit: Jalan Temanggung Wiradireja ,Tanah Baru, Bogor Utara ,Kota Bogor
Berikut adalah kutipan dalam wacana halaman 55-60 yang membuat sang ibu terperanjat:
halaman tengah 57 - 60:
".....Beban yang berat membawanya
untuk masuk lebih dalam ke bilik kamar yang hanya ditutupi oleh
kain.Bilik itu bagian belakang dari sebuah warung remang-remang di
pinggiran kota .Tempat dimana sekarang dia membanting tulang demi
hidupnya dan keluarganya di sebuah kampung.Di dalam bilik itu sudah
menunggu seorang laki-laki yang segera menyambutnya dengan sebuah
pertanyaan.
"Dari mana asalmu ?"
"Panyuren, " jawab perempuan ,yang baru saja duduk di dalam kamar itu, singkat.
Bertahun-tahun, seorang mandor penebangan kayu melihatnya sedang mandi di sebuah telaga. Akhirnya terjadilah peristiwa yang merenggut kegadisannya sekaligus menimbulkan tumbuhnya janin di perutnya. Dia tadinya tidak bisa terima. Begitu lahir, bayi itu ditinggalkannya dengan kedua orangtuanya sementara dia lari ke kota. Kini dia sadar bahwa dia harus berbuat sesuatu untuk menghidupi anak yang pernah dikandungnya. Walau bagaimanapun dia adalah darah dagingnya. Dia ibu dari anak itu. Dari tempat paling hina di dunia ini, warung remang-remang tempat dia menjajakan badan, dia selalu diingatkan pada hal itu. Apapun. Apapun harus ia lakukan demi kehidupannya dan anak itu.
“Kamu cantik sekali. Marilah dekat kesini.”
Suara itu membuyarkan lamunannya. Pada awalnya dia tampak ragu untuk meladeni rayuan lelaki itu. Akan tetapi sebentar tadi, masa lalu yang kelam sudah menyeretnya pada sebuah kesadaran, dia ingin melupakan kepahitan hidupnya. Melupakan deritanya pada sosok lelaki yang menistakan dirinya, pada sosok jabang bayi yang meruak dari celah selangkangannya, pada kesadaran bahwa dia adalah perempuan yang sewaktu-waktu mudah dihempas oleh jerat nafsu.
Kali ini, dia membulatkan tekad untuk berkuasa sepenuhnya pada daya tubuhnya. Hanya itu yang dia punya. Hanya itu, Maka…
“Bergairahlah lelakiku. Aku ingin sekali menyempurnakan keinginanmu.”
Lelaki itu tersenyum lebar. Dia mengulurkan segelas minuman pada perempuan itu yang segera disambut dan dituntaskan dalam satu tegukan. Mereka tenggelam dalam pelukan dan ciuman.
“Tunggu dulu. Aku ingat lesung pipit ini. Bagaimana bisa kau datang kemari?”
Dengan terpaksa, perempuan itu melepaskan erat pelukan, berjalan ke arah saklar untuk menyalakan lampu kamar. Dia ingin menegaskan wajah lelaki itu. Apakah memang dia mengenalnya?
“Tidak. Tidak. Aku tidak mengenalmu. Dan tidak juga ingin mengenalmu setelah pertemuan ini.” Begitu hatinya bergemuruh.
“Ya, Aku pun begitu. Tapi kau kukenali sebagai gadis yang berjalan menunduk ketika melewati kemah kami. Gadis yang cantiknya sering sekali Mandor Onih ceritakan. Gadis yang setiap malam kutangisi setelah kejadian itu.” Lelaki itu tiba-tiba mengisak. Tangannya menggapai seakan meminta perempuan itu mendekat dan memeluk dirinya. Dan ketika perempuan itu terengkuh olehnya, pada telinganya dia berbisik lirih.
“Gadis yang aku cintai.”
Ah, inikah cinta? Dia pun gemetar dalam pelukan lelaki itu. Seperti lampu di kamar yang berpijar, dia merasa terbakar sendirian.
“Kau punya anak?” Lelaki itu kembali bertanya. Mengangguk lemah, dia memejamkan mata. Dua butir air mata segara meluncur di atas pipinya yang keputihan oleh pupur.
“Anak Mandor Onih?”
Dia mengangguk lagi. Kali ini dia melepaskan pelukan lelaki itu. Lelaki itu kaget. Apakah dia menolak cintanya? Dipandangnya lekat mata sembab perempuan itu. Mata itu sudah berubah menyala. Ada sesuatu yang akan terjadi.
“Kita jadi tidak? Aku dan anakku perlu makan bukan rayuan!”
Senja itu, di sebuah lubang sarang, anak-anak serigala mengunyah rerumputan. Induknya belum juga pulang. Anak gembala yang lengan dan kakinya terluka karena gigitan serigala tertatih mengiring ternaknya ke kandang, dan perempuan yang adalah ibunya, di dalam kamar mengisak perlahan. Entah isak tangis senang hari ini dia mendapat uang dari langganan pertamanya, atau tangis kerinduan pada kampung halaman. Atau…
Gerakan perempuan itu terlihat masih kikuk .Benar seperti kata pemilik warung ini, dia ini pendatang baru !.Jakunnya bergerak turun naik melihat kemolekan perempuan itu.Hanya saja dia masih penasaran dengan nama kampung asal yang tadi disebut.
"Panyuren .Agaknya saya pernah ke sana .Kampung itu terletak dekat dengan hutan lebat bukan?".
“iya benar,” perempuan itu menjawab singkat dan terdengar ragu.
Jangan-jangan lelaki di hadapannya pernah mengenal dirinya. Hal itu
semakin menambah kekikukannya di depan lelaki itu. Sementara lelaki yang
dikuatirkan mengenalnya itu rupanya asyik meneguk sejenis minuman
beralkohol. Pada botol minuman itu, ada gambar seekor banteng yang
tengah menanduk. Dia ingat pada orangtuanya yang punya dua ekor sapi.
Ayahnya pernah bilang kalau nanti anak yang dilahirkannya sudah agak
besar, akan dikenalkan dengan ternak dan hutan seperti kakeknya. Ah,
rahasia. Kenapa harus begitu kelam?"Panyuren .Agaknya saya pernah ke sana .Kampung itu terletak dekat dengan hutan lebat bukan?".
Bertahun-tahun, seorang mandor penebangan kayu melihatnya sedang mandi di sebuah telaga. Akhirnya terjadilah peristiwa yang merenggut kegadisannya sekaligus menimbulkan tumbuhnya janin di perutnya. Dia tadinya tidak bisa terima. Begitu lahir, bayi itu ditinggalkannya dengan kedua orangtuanya sementara dia lari ke kota. Kini dia sadar bahwa dia harus berbuat sesuatu untuk menghidupi anak yang pernah dikandungnya. Walau bagaimanapun dia adalah darah dagingnya. Dia ibu dari anak itu. Dari tempat paling hina di dunia ini, warung remang-remang tempat dia menjajakan badan, dia selalu diingatkan pada hal itu. Apapun. Apapun harus ia lakukan demi kehidupannya dan anak itu.
“Kamu cantik sekali. Marilah dekat kesini.”
Suara itu membuyarkan lamunannya. Pada awalnya dia tampak ragu untuk meladeni rayuan lelaki itu. Akan tetapi sebentar tadi, masa lalu yang kelam sudah menyeretnya pada sebuah kesadaran, dia ingin melupakan kepahitan hidupnya. Melupakan deritanya pada sosok lelaki yang menistakan dirinya, pada sosok jabang bayi yang meruak dari celah selangkangannya, pada kesadaran bahwa dia adalah perempuan yang sewaktu-waktu mudah dihempas oleh jerat nafsu.
Kali ini, dia membulatkan tekad untuk berkuasa sepenuhnya pada daya tubuhnya. Hanya itu yang dia punya. Hanya itu, Maka…
“Bergairahlah lelakiku. Aku ingin sekali menyempurnakan keinginanmu.”
Lelaki itu tersenyum lebar. Dia mengulurkan segelas minuman pada perempuan itu yang segera disambut dan dituntaskan dalam satu tegukan. Mereka tenggelam dalam pelukan dan ciuman.
“Tunggu dulu. Aku ingat lesung pipit ini. Bagaimana bisa kau datang kemari?”
Dengan terpaksa, perempuan itu melepaskan erat pelukan, berjalan ke arah saklar untuk menyalakan lampu kamar. Dia ingin menegaskan wajah lelaki itu. Apakah memang dia mengenalnya?
“Tidak. Tidak. Aku tidak mengenalmu. Dan tidak juga ingin mengenalmu setelah pertemuan ini.” Begitu hatinya bergemuruh.
“Ya, Aku pun begitu. Tapi kau kukenali sebagai gadis yang berjalan menunduk ketika melewati kemah kami. Gadis yang cantiknya sering sekali Mandor Onih ceritakan. Gadis yang setiap malam kutangisi setelah kejadian itu.” Lelaki itu tiba-tiba mengisak. Tangannya menggapai seakan meminta perempuan itu mendekat dan memeluk dirinya. Dan ketika perempuan itu terengkuh olehnya, pada telinganya dia berbisik lirih.
“Gadis yang aku cintai.”
Ah, inikah cinta? Dia pun gemetar dalam pelukan lelaki itu. Seperti lampu di kamar yang berpijar, dia merasa terbakar sendirian.
“Kau punya anak?” Lelaki itu kembali bertanya. Mengangguk lemah, dia memejamkan mata. Dua butir air mata segara meluncur di atas pipinya yang keputihan oleh pupur.
“Anak Mandor Onih?”
Dia mengangguk lagi. Kali ini dia melepaskan pelukan lelaki itu. Lelaki itu kaget. Apakah dia menolak cintanya? Dipandangnya lekat mata sembab perempuan itu. Mata itu sudah berubah menyala. Ada sesuatu yang akan terjadi.
“Kita jadi tidak? Aku dan anakku perlu makan bukan rayuan!”
Senja itu, di sebuah lubang sarang, anak-anak serigala mengunyah rerumputan. Induknya belum juga pulang. Anak gembala yang lengan dan kakinya terluka karena gigitan serigala tertatih mengiring ternaknya ke kandang, dan perempuan yang adalah ibunya, di dalam kamar mengisak perlahan. Entah isak tangis senang hari ini dia mendapat uang dari langganan pertamanya, atau tangis kerinduan pada kampung halaman. Atau…
cover buku |
kata pengantar buku |
perihal buku |
halaman 55 |
halaman 56 |
halaman 57 |
halaman 58 |
halaman 59 |
halaman 60 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar